NEWSATU.COM – Jakarta, Penundaan Kongres Biasa Pemilihan Asosiasi Anggota PSSI mendapat perhatian dari sejumlah pemerhati sepak bola nasional. Salah satunya datang dari Taufik Jursal Effendi, yang menilai langkah tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian arah organisasi di tengah dinamika pembinaan dan tata kelola sepak bola Indonesia.
PSSI secara resmi menerbitkan surat terkait penundaan seluruh tahapan dan pelaksanaan Kongres Biasa Pemilihan Asosiasi Anggota PSSI Tahun 2025. Ditandatangani Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, pada Rabu, (10/12/2025).
Dalam surat tersebut, PSSI menyampaikan sejumlah pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan penundaan, di antaranya kondisi bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah, khususnya Aceh dan Sumatra.
Selain itu, PSSI juga mempertimbangkan rencana pemerintah terkait revisi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang dinilai akan berdampak pada kebijakan cabang olahraga prioritas, termasuk sepak bola.
Pertimbangan lain yang disampaikan adalah penguatan kerja sama lintas kementerian dan lembaga untuk mengoptimalkan pembinaan serta penyelenggaraan kompetisi daerah. Hal ini disebut sejalan dengan regulasi terbaru yang membuka peluang pemanfaatan aset daerah dan keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan stadion serta sarana olahraga.

Melalui surat tersebut, PSSI menegaskan pencabutan rekomendasi serta penundaan seluruh tahapan dan pelaksanaan Kongres Biasa Pemilihan PSSI Provinsi dan Asosiasi Anggota PSSI lainnya hingga batas waktu yang akan ditetapkan kemudian. PSSI juga menyatakan akan menerbitkan ketetapan terkait jalannya organisasi bagi kepengurusan yang telah berakhir masa baktinya hingga terpilihnya kepengurusan baru.
Pandangan Pemerhati
Pemerhati sepak bola Indonesia, Taufik Jursal Effendi, menilai bahwa kepastian tata kelola organisasi merupakan faktor krusial dalam menjaga stabilitas pembinaan dan kompetisi sepak bola nasional.
“Kepastian organisasi sangat penting agar roda pembinaan dan kompetisi tetap berjalan dengan jelas. Penundaan seperti ini perlu diikuti dengan komunikasi yang transparan dan arah kebijakan yang tegas” ujar Taufik.

Ia menambahkan, keberlangsungan sistem organisasi yang rapi dan konsisten akan berdampak langsung pada kualitas pembinaan, kompetisi, serta kepercayaan publik terhadap federasi.
“Sepak bola nasional membutuhkan kepastian, bukan hanya di level teknis, tetapi juga di level tata kelola. Organisasi yang solid akan melahirkan sistem pembinaan yang kuat,” tambahnya.
Taufik Jursal Effendi
Langkah PSSI Pusat menunda Kongres Biasa Asosiasi Provinsi (Asprov), Asosiasi Kota (Askot), dan Asosiasi Kabupaten (Askab) PSSI di seluruh Indonesia menuai sorotan. Penundaan tersebut dinilai tidak memiliki dasar yang kuat dan justru menimbulkan tanda tanya besar terhadap arah tata kelola organisasi sepak bola nasional.
PSSI Pusat melalui surat yang diteken Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi menyampaikan sejumlah alasan, mulai dari kondisi bencana alam di wilayah Sumatra, rencana revisi DBON, hingga penguatan kerja sama lintas kementerian dan lembaga.
Namun jika ditelaah lebih mendalam, alasan-alasan tersebut dinilai tidak relevan untuk dijadikan dasar penundaan kongres organisasi. Bencana alam memang patut mendapatkan perhatian serius seluruh bangsa, tetapi tidak serta-merta berkaitan langsung dengan roda organisasi dan agenda demokrasi internal PSSI di daerah.
Demikian pula dengan DBON. Program strategis jangka panjang pemerintah hingga 2045 tersebut justru membutuhkan kesiapan organisasi olahraga agar mampu bergerak cepat dan terstruktur. Penundaan kongres di daerah berpotensi menghambat percepatan pembinaan dan kompetisi.
Keberatan juga datang dari sejumlah daerah. Asprov PSSI Jawa Barat, misalnya, secara terbuka menyatakan penolakan karena Kongres Pemilihan merupakan amanat Statuta PSSI yang wajib dilaksanakan sesuai tahapan dan jadwal. Tidak ditemukan kondisi force majeure yang secara prinsipil dapat membenarkan penundaan tersebut.
Dalam Statuta PSSI, pelaksanaan kongres Asprov, Askot, dan Askab sejatinya bergantung pada kehendak pemilik suara. Selama dua pertiga pemilik suara menghendaki kongres, maka secara aturan hal tersebut sah. PSSI Pusat hanya bersifat menerima pemberitahuan, bukan memberikan izin.

Penundaan ini dikhawatirkan justru memperpanjang kondisi organisasi daerah yang tidak definitif, sementara dalam waktu dekat terdapat agenda penting seperti Pra Piala Asia U-20, Kualifikasi Piala Dunia U-17 2026, serta kesinambungan kompetisi usia muda.
Sepak bola tidak sekadar olahraga, melainkan simbol kebanggaan dan identitas bangsa. Oleh karena itu, PSSI seharusnya segera menyegerakan kongres di daerah agar organisasi berjalan sehat, pembinaan berkesinambungan, dan kompetisi dapat digelar secara konsisten.
Penundaan Kongres Biasa Pemilihan Asosiasi Anggota PSSI menjadi momentum evaluasi bagi federasi untuk memastikan tata kelola organisasi berjalan transparan dan akuntabel. Kepastian arah kebijakan dinilai menjadi kunci agar pembinaan dan prestasi sepak bola nasional tidak berjalan di tempat.







